Dedy Tribun . Diberdayakan oleh Blogger.

Selasa, 07 Januari 2014

Wisata Pantai yang Hilang


Angin dan disertai ombak mewarnai perairan di wilayah Kepulauan Riau awal tahun 2014. Getaran dan goncangan ombak memberikan rasa bagi Anda yang berada di atas kapal.

Tapi, getaran dan goncangan itu membuat dua sejoli di depan saya bertambah mesra. Saling berpegangan dan berangkulan. Pacarankah mereka, saya tidak peduli.

Namun, bagi saya ini menambah sensani keindahan pemandangan di atas kapal. Selain mereka bercengrama, aktifitas yang pasti adalah saling berfoto menggunakan kamera handphone. Yang wanita menggunakan kacamata dan sedikit seksi, yang laki-laki berjaket hitam dengan style berkaca mata juga.

" Indahnya tidak mengalahkan liburan kemaren di Bali," celoteh wanita yang kebetulan duduknya tidak jauh dari saya.

Dalam hati saya simpulkan, mereka ternyata baru pulang liburan dari Bali. Apa yang mereka cari di Bali. Laut, Pantai, atau sensasi asmara saja.

Kalau laut, mungkin kota-kota di Kepri sudah pasti dikelilingi laut. Kalau pantai yang tertata.. Nah ini yang jadi pertanyaan saya.

Ya, pantai di Kota Tanjungpinang, maupun Batam sudah tidak lagi menjadi pantai rakyat. Lokasi pantai dengan pemandangan alam, kini dikuasai dan menjadi kawasan resort. Tertata rapi, jelas, namun masuk untuk menginjakkan kali harus bayar selangit.

Saya pernah sekali ke Bali. Jika melihat tata kota waktu saya ke sana, konsep pantai pasir lengkap dengan fasilitas pohon peneduh, mengundang kita duduk diatas pasir.

Bayar, tentu waktu itu tidak. Entahlah kalau sekarang. Namun, konsep tidak ada bangunan permanen di pinggir pantai satu nilai bahwa pantai milik siapapun, dan dimanapun berdiri pandangan kita tidak ada penghalangnya.

Kalau kita lihat di Batam pantai rakyat bisa dikatakan tidak banyak lagi. Pantai dikuasai oleh warga setempat, dan jelas komersil. Walau Batam di keliling laut, namun untuk beristirahat sejenak di tepi laut, satu hal yang sangat susah.

Pada akhirnya, orang Batam untuk beristirahat harus menuju Mall atau kafe sejenisnya. Aneh saja, menghabiskan ratusan ribu untuk satu hal yang tidak bebas.

Duduk makan, dan tidak bebas merokok, tertawa terbahak-bahak, dan satu aktifitas duduk, makan minum dan setelah itu pergi.

Uhh.. betapa  nikmat dan indahnya Kota Batam jika ada Pantai Rakyat yang tidak dikomersilkan. Parkir di pinggir pantai sambil melepas penat, sebelum kembali berkerja lagi

Konsep yang berbeda ada di Tanjungpinang. Pantai langsung diawasi dan dikelola oleh pemerintah. Namanya, Tepi Laut.

Kawasan ini juga dikenal sebagai kawasan Seribu Bangku. Dimana, sore hari hingga malam Anda bisa menikmati makanan murah meriah, sambil menonton puluhan layar tancap malam hari, dengan tontonya aneka siaran televisi.

Apresiasi diberikan kepada pemerintah kota Tanjungpinang. Walau pengunjung datang duduk sore hari saja, setidaknya masyarakat tidak dipungut biaya besar.

Semoga saja, Tepi laut yang panjangnya hampir 2 kilometer ini ditata maksimal, dan bisa dinikmati tidak saja sore hari, tapi bisa sepanjang hari. Sejauh ini, konsep yang sudah berjalan di Kabupaten Karimun. Kalau tak salah namanya Coast Area..

Hanya saja, di Tanjungpinang, keterbatasan lahan untuk parkir kendaraan kendala utama. Jika seandainya, bangunan-bangunan di tepi laut dihilangkan, maka Tepi Laut di Tanjungpinang akan menjadi kota dengan keindahan yang tidak kalah dengan kota wisata di Bali.

Mungkin ini sebatas harapan, namun bisa saja diwujudkan kalau pemerintah daerahnya serius. Serius menjadikan wisata pantai, budaya dan kuliner sebagai PAD utama di Tanjungpinang. (dedy suwadha/6 desember 2014).

0 komentar:

Posting Komentar

Selasa, 07 Januari 2014

Wisata Pantai yang Hilang


Angin dan disertai ombak mewarnai perairan di wilayah Kepulauan Riau awal tahun 2014. Getaran dan goncangan ombak memberikan rasa bagi Anda yang berada di atas kapal.

Tapi, getaran dan goncangan itu membuat dua sejoli di depan saya bertambah mesra. Saling berpegangan dan berangkulan. Pacarankah mereka, saya tidak peduli.

Namun, bagi saya ini menambah sensani keindahan pemandangan di atas kapal. Selain mereka bercengrama, aktifitas yang pasti adalah saling berfoto menggunakan kamera handphone. Yang wanita menggunakan kacamata dan sedikit seksi, yang laki-laki berjaket hitam dengan style berkaca mata juga.

" Indahnya tidak mengalahkan liburan kemaren di Bali," celoteh wanita yang kebetulan duduknya tidak jauh dari saya.

Dalam hati saya simpulkan, mereka ternyata baru pulang liburan dari Bali. Apa yang mereka cari di Bali. Laut, Pantai, atau sensasi asmara saja.

Kalau laut, mungkin kota-kota di Kepri sudah pasti dikelilingi laut. Kalau pantai yang tertata.. Nah ini yang jadi pertanyaan saya.

Ya, pantai di Kota Tanjungpinang, maupun Batam sudah tidak lagi menjadi pantai rakyat. Lokasi pantai dengan pemandangan alam, kini dikuasai dan menjadi kawasan resort. Tertata rapi, jelas, namun masuk untuk menginjakkan kali harus bayar selangit.

Saya pernah sekali ke Bali. Jika melihat tata kota waktu saya ke sana, konsep pantai pasir lengkap dengan fasilitas pohon peneduh, mengundang kita duduk diatas pasir.

Bayar, tentu waktu itu tidak. Entahlah kalau sekarang. Namun, konsep tidak ada bangunan permanen di pinggir pantai satu nilai bahwa pantai milik siapapun, dan dimanapun berdiri pandangan kita tidak ada penghalangnya.

Kalau kita lihat di Batam pantai rakyat bisa dikatakan tidak banyak lagi. Pantai dikuasai oleh warga setempat, dan jelas komersil. Walau Batam di keliling laut, namun untuk beristirahat sejenak di tepi laut, satu hal yang sangat susah.

Pada akhirnya, orang Batam untuk beristirahat harus menuju Mall atau kafe sejenisnya. Aneh saja, menghabiskan ratusan ribu untuk satu hal yang tidak bebas.

Duduk makan, dan tidak bebas merokok, tertawa terbahak-bahak, dan satu aktifitas duduk, makan minum dan setelah itu pergi.

Uhh.. betapa  nikmat dan indahnya Kota Batam jika ada Pantai Rakyat yang tidak dikomersilkan. Parkir di pinggir pantai sambil melepas penat, sebelum kembali berkerja lagi

Konsep yang berbeda ada di Tanjungpinang. Pantai langsung diawasi dan dikelola oleh pemerintah. Namanya, Tepi Laut.

Kawasan ini juga dikenal sebagai kawasan Seribu Bangku. Dimana, sore hari hingga malam Anda bisa menikmati makanan murah meriah, sambil menonton puluhan layar tancap malam hari, dengan tontonya aneka siaran televisi.

Apresiasi diberikan kepada pemerintah kota Tanjungpinang. Walau pengunjung datang duduk sore hari saja, setidaknya masyarakat tidak dipungut biaya besar.

Semoga saja, Tepi laut yang panjangnya hampir 2 kilometer ini ditata maksimal, dan bisa dinikmati tidak saja sore hari, tapi bisa sepanjang hari. Sejauh ini, konsep yang sudah berjalan di Kabupaten Karimun. Kalau tak salah namanya Coast Area..

Hanya saja, di Tanjungpinang, keterbatasan lahan untuk parkir kendaraan kendala utama. Jika seandainya, bangunan-bangunan di tepi laut dihilangkan, maka Tepi Laut di Tanjungpinang akan menjadi kota dengan keindahan yang tidak kalah dengan kota wisata di Bali.

Mungkin ini sebatas harapan, namun bisa saja diwujudkan kalau pemerintah daerahnya serius. Serius menjadikan wisata pantai, budaya dan kuliner sebagai PAD utama di Tanjungpinang. (dedy suwadha/6 desember 2014).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 

Blogger news

Blogroll

About

Copyright © Modus News Design by BTDesigner | Blogger Theme by BTDesigner | Powered by Blogger