skip to main |
skip to sidebar
Wisata Pantai yang Hilang
Angin dan
disertai ombak mewarnai perairan di wilayah Kepulauan Riau awal tahun 2014.
Getaran dan goncangan ombak memberikan rasa bagi Anda yang berada di
atas kapal.
Tapi, getaran dan goncangan itu membuat dua sejoli di depan saya bertambah mesra. Saling berpegangan dan berangkulan. Pacarankah mereka, saya tidak peduli.
Namun, bagi saya ini menambah sensani keindahan pemandangan di atas
kapal. Selain mereka bercengrama, aktifitas yang pasti adalah saling
berfoto menggunakan kamera handphone. Yang wanita menggunakan kacamata dan sedikit seksi, yang laki-laki berjaket hitam dengan style berkaca mata juga.
" Indahnya tidak mengalahkan liburan kemaren di Bali," celoteh wanita yang kebetulan duduknya tidak jauh dari saya.
Dalam hati saya simpulkan, mereka ternyata baru pulang liburan dari
Bali. Apa yang mereka cari di Bali. Laut, Pantai, atau sensasi asmara
saja.
Kalau laut, mungkin kota-kota di Kepri sudah pasti
dikelilingi laut. Kalau pantai yang tertata.. Nah ini yang jadi
pertanyaan saya.
Ya, pantai di Kota Tanjungpinang, maupun Batam
sudah tidak lagi menjadi pantai rakyat. Lokasi pantai dengan
pemandangan alam, kini dikuasai dan menjadi kawasan resort. Tertata
rapi, jelas, namun masuk untuk menginjakkan kali harus bayar selangit.
Saya pernah sekali ke Bali. Jika melihat tata kota waktu saya ke sana,
konsep pantai pasir lengkap dengan fasilitas pohon peneduh, mengundang
kita duduk diatas pasir.
Bayar, tentu waktu itu tidak.
Entahlah kalau sekarang. Namun, konsep tidak ada bangunan permanen di
pinggir pantai satu nilai bahwa pantai milik siapapun, dan dimanapun
berdiri pandangan kita tidak ada penghalangnya.
Kalau kita lihat di Batam pantai rakyat bisa dikatakan tidak banyak lagi. Pantai dikuasai oleh warga setempat, dan jelas komersil. Walau Batam di keliling laut, namun untuk beristirahat sejenak di tepi laut, satu hal yang sangat susah.
Pada akhirnya, orang Batam untuk
beristirahat harus menuju Mall atau kafe sejenisnya. Aneh saja,
menghabiskan ratusan ribu untuk satu hal yang tidak bebas.
Duduk makan, dan tidak bebas merokok, tertawa terbahak-bahak, dan satu aktifitas duduk, makan minum dan setelah itu pergi.
Uhh.. betapa nikmat dan indahnya Kota Batam jika ada Pantai Rakyat yang
tidak dikomersilkan. Parkir di pinggir pantai sambil melepas penat, sebelum kembali berkerja lagi
Konsep yang berbeda ada di Tanjungpinang. Pantai langsung diawasi dan dikelola oleh pemerintah. Namanya, Tepi Laut.
Kawasan ini juga dikenal sebagai kawasan Seribu Bangku. Dimana, sore
hari hingga malam Anda bisa menikmati makanan murah meriah, sambil
menonton puluhan layar tancap malam hari, dengan tontonya aneka siaran
televisi.
Apresiasi diberikan kepada pemerintah kota
Tanjungpinang. Walau pengunjung datang duduk sore hari saja, setidaknya
masyarakat tidak dipungut biaya besar.
Semoga saja, Tepi laut
yang panjangnya hampir 2 kilometer ini ditata maksimal, dan bisa
dinikmati tidak saja sore hari, tapi bisa sepanjang hari. Sejauh ini, konsep yang sudah berjalan di Kabupaten Karimun. Kalau tak salah namanya Coast Area..
Hanya saja, di Tanjungpinang, keterbatasan lahan untuk parkir kendaraan
kendala utama. Jika seandainya, bangunan-bangunan di tepi laut
dihilangkan, maka Tepi Laut di Tanjungpinang akan menjadi kota dengan
keindahan yang tidak kalah dengan kota wisata di Bali.
Mungkin
ini sebatas harapan, namun bisa saja diwujudkan kalau pemerintah
daerahnya serius. Serius menjadikan wisata pantai, budaya dan kuliner
sebagai PAD utama di Tanjungpinang. (dedy suwadha/6 desember 2014).
Wisata Pantai yang Hilang
Angin dan
disertai ombak mewarnai perairan di wilayah Kepulauan Riau awal tahun 2014.
Getaran dan goncangan ombak memberikan rasa bagi Anda yang berada di
atas kapal.
Tapi, getaran dan goncangan itu membuat dua sejoli di depan saya bertambah mesra. Saling berpegangan dan berangkulan. Pacarankah mereka, saya tidak peduli.
Namun, bagi saya ini menambah sensani keindahan pemandangan di atas
kapal. Selain mereka bercengrama, aktifitas yang pasti adalah saling
berfoto menggunakan kamera handphone. Yang wanita menggunakan kacamata dan sedikit seksi, yang laki-laki berjaket hitam dengan style berkaca mata juga.
" Indahnya tidak mengalahkan liburan kemaren di Bali," celoteh wanita yang kebetulan duduknya tidak jauh dari saya.
Dalam hati saya simpulkan, mereka ternyata baru pulang liburan dari
Bali. Apa yang mereka cari di Bali. Laut, Pantai, atau sensasi asmara
saja.
Kalau laut, mungkin kota-kota di Kepri sudah pasti
dikelilingi laut. Kalau pantai yang tertata.. Nah ini yang jadi
pertanyaan saya.
Ya, pantai di Kota Tanjungpinang, maupun Batam
sudah tidak lagi menjadi pantai rakyat. Lokasi pantai dengan
pemandangan alam, kini dikuasai dan menjadi kawasan resort. Tertata
rapi, jelas, namun masuk untuk menginjakkan kali harus bayar selangit.
Saya pernah sekali ke Bali. Jika melihat tata kota waktu saya ke sana,
konsep pantai pasir lengkap dengan fasilitas pohon peneduh, mengundang
kita duduk diatas pasir.
Bayar, tentu waktu itu tidak.
Entahlah kalau sekarang. Namun, konsep tidak ada bangunan permanen di
pinggir pantai satu nilai bahwa pantai milik siapapun, dan dimanapun
berdiri pandangan kita tidak ada penghalangnya.
Kalau kita lihat di Batam pantai rakyat bisa dikatakan tidak banyak lagi. Pantai dikuasai oleh warga setempat, dan jelas komersil. Walau Batam di keliling laut, namun untuk beristirahat sejenak di tepi laut, satu hal yang sangat susah.
Pada akhirnya, orang Batam untuk
beristirahat harus menuju Mall atau kafe sejenisnya. Aneh saja,
menghabiskan ratusan ribu untuk satu hal yang tidak bebas.
Duduk makan, dan tidak bebas merokok, tertawa terbahak-bahak, dan satu aktifitas duduk, makan minum dan setelah itu pergi.
Uhh.. betapa nikmat dan indahnya Kota Batam jika ada Pantai Rakyat yang
tidak dikomersilkan. Parkir di pinggir pantai sambil melepas penat, sebelum kembali berkerja lagi
Konsep yang berbeda ada di Tanjungpinang. Pantai langsung diawasi dan dikelola oleh pemerintah. Namanya, Tepi Laut.
Kawasan ini juga dikenal sebagai kawasan Seribu Bangku. Dimana, sore
hari hingga malam Anda bisa menikmati makanan murah meriah, sambil
menonton puluhan layar tancap malam hari, dengan tontonya aneka siaran
televisi.
Apresiasi diberikan kepada pemerintah kota
Tanjungpinang. Walau pengunjung datang duduk sore hari saja, setidaknya
masyarakat tidak dipungut biaya besar.
Semoga saja, Tepi laut
yang panjangnya hampir 2 kilometer ini ditata maksimal, dan bisa
dinikmati tidak saja sore hari, tapi bisa sepanjang hari. Sejauh ini, konsep yang sudah berjalan di Kabupaten Karimun. Kalau tak salah namanya Coast Area..
Hanya saja, di Tanjungpinang, keterbatasan lahan untuk parkir kendaraan
kendala utama. Jika seandainya, bangunan-bangunan di tepi laut
dihilangkan, maka Tepi Laut di Tanjungpinang akan menjadi kota dengan
keindahan yang tidak kalah dengan kota wisata di Bali.
Mungkin
ini sebatas harapan, namun bisa saja diwujudkan kalau pemerintah
daerahnya serius. Serius menjadikan wisata pantai, budaya dan kuliner
sebagai PAD utama di Tanjungpinang. (dedy suwadha/6 desember 2014).
0 komentar:
Posting Komentar