Dedy Tribun . Diberdayakan oleh Blogger.

Kamis, 16 Januari 2014

Ketika Sumpah Jabatan "Diperas" Gubernur


Berita Kompas hari, Rabu (15/1) dengan judul Atut Peras Bawahan, jadi kepikiran dan kayaknya enak juga diulas. Seorang Gubernur wanita dari keluarga besar kerajaan di Banten.

Kepikiran, Atut jadi Gubernur setelah Gubernur pertama Banten meninggal dunia. Itu tahun berapa ya?. Tapi satu periode dilaluinya dengan sukses tampa cela dan senyap dari pemberitaan.

Petakapun dan bobroknya kinerja Gubernur Atut terbongkar oleh KPK dalam kasus Akil Muktar mantan ketua MK Tahun 2013.

Cerita tidak sampai disitu, usut punya selidik, akhirnya makin terbuka ada pemerasan terstruktur ‎ dilakukan Gubernur Atut pada bawahannya.  KPK menemukan dugaan Kadis Kesehatan diperas Gubernur dalam proyek pengadaan alat kesehatan.

Ok itu kasus Atut yang mengelola pemerintahan. Hari Ini, Kamis (16/1) Koran Super Ball terbit perdana. Saya baca berita tentang Indra Safjri Pelatih Timnas U 19, yang kecewa ketika dicoret dari seleksi timnas Sumbar 1985.

Indra menilai pemain yang lolos dari rekomendasi rata-rata ada hubungan baik dengan federasi atau pengurus PSSI provinsi.

" Dari situlah saya melihat ada sesuatu yang tidak beres. Bukan hanya di sepak bola Indonesia, Dalam segala hal seperti mau jadi pegawai dan semacamnya," kenang Indra.

Wow, kenangan Indra ini jelas cermin ‎ buruknya birokrasi, bahkan untuk sebuah olahraga, yang duit didalamnya tidak banyak.

Hmm.. yang sederhana saja bisa seperti itu, gimana dengan mereka yang dipercaya rakyat menjadi pemimpin di daerah maupun di pusat.

Apakah, Prilaku Atut juga mewabah di sistem birokrasi di pusat dan di daerah.

Kalau presiden mengelola dana APBN hampir 2000 Triliun, setelah dibagi ke daerah serta kementrian dana triliunan ini, jadi kewajiban pejabat terkait menghabiskannya.

Pejabat ini harus menempatkan orang-orang kepercayaan untuk menghabiskannya. Bicara orang-orang inilah yang menjadi celah penyalahgunaan kepercayaan dan bisa berujung ke kasus hukum.

Oke lah, gubernur atau walikota atau bupati berwenang menunjuk siapa pembantunya. Tapi, apakah semudah dan segratis itu. Kalau saya jawab tidak. Semua ada perjanjian dari hati ke hati. Janjinya seperti apa, saya tak tau, Anda yang bisa jawab?

Paling pejabatnya akan memerintahkan: " tolong dibantu si anu ya, di bantu si itu ya, jangan lupain Adek ya, atau paling enak tolong amankan lokasi itu ya...

Apakah Anda pernah mendengar permintaan seperti itu.. Kalau saya udah sih..

Untuk tulisan kali ini tak perlu panjang. Namun saya berpikir, apakah berita Atut memeras bawahan ini juga terjadi di daerah lain. Kalau ada, sudah pasti sang pembantu akan diam-diam saja dan tidak mungkin akan berteriak selagi menjabat.

Akan beda, kalau sang pembantu tersingkir dari jabatan yang diberikan. " Pak kepala itu menyalahgunakan dana senilai itu.. proyeknya tidak ada, tapi anggarannya ada. Besar juga nilainya pak," telingaku mendengarnya.

Kesimpulannya, sehebat Apapun dan seberani Apapun seorang pemimpin, ada kelemahannya. Jadi pemimpin yang disenangi banyak orang  ada juga celah menjatuhkannya.

Itulah politik, itulah birokrasi ada yang suka, banyak juga yang mencelakai. ‎ Dan, biar aman dunia dan akhirat, Anda yang ingin jadi pejabat ingat dan renungkanlah Sumpah dan Jabatan Dibawah atau Dihadapan kitab suci masing-masing.

" Tuhan itu Maha Tidak Pelupa akan Janji Ciptaannya" dan, saya belum pernah lihat orang selamat dari sumpah yang diucapkan. Kalau ada Kasih Tahu Dong Saya. Biar saya wawancara.(dedy suwadha/ 15-16 Januari 2014)

0 komentar:

Posting Komentar

Kamis, 16 Januari 2014

Ketika Sumpah Jabatan "Diperas" Gubernur


Berita Kompas hari, Rabu (15/1) dengan judul Atut Peras Bawahan, jadi kepikiran dan kayaknya enak juga diulas. Seorang Gubernur wanita dari keluarga besar kerajaan di Banten.

Kepikiran, Atut jadi Gubernur setelah Gubernur pertama Banten meninggal dunia. Itu tahun berapa ya?. Tapi satu periode dilaluinya dengan sukses tampa cela dan senyap dari pemberitaan.

Petakapun dan bobroknya kinerja Gubernur Atut terbongkar oleh KPK dalam kasus Akil Muktar mantan ketua MK Tahun 2013.

Cerita tidak sampai disitu, usut punya selidik, akhirnya makin terbuka ada pemerasan terstruktur ‎ dilakukan Gubernur Atut pada bawahannya.  KPK menemukan dugaan Kadis Kesehatan diperas Gubernur dalam proyek pengadaan alat kesehatan.

Ok itu kasus Atut yang mengelola pemerintahan. Hari Ini, Kamis (16/1) Koran Super Ball terbit perdana. Saya baca berita tentang Indra Safjri Pelatih Timnas U 19, yang kecewa ketika dicoret dari seleksi timnas Sumbar 1985.

Indra menilai pemain yang lolos dari rekomendasi rata-rata ada hubungan baik dengan federasi atau pengurus PSSI provinsi.

" Dari situlah saya melihat ada sesuatu yang tidak beres. Bukan hanya di sepak bola Indonesia, Dalam segala hal seperti mau jadi pegawai dan semacamnya," kenang Indra.

Wow, kenangan Indra ini jelas cermin ‎ buruknya birokrasi, bahkan untuk sebuah olahraga, yang duit didalamnya tidak banyak.

Hmm.. yang sederhana saja bisa seperti itu, gimana dengan mereka yang dipercaya rakyat menjadi pemimpin di daerah maupun di pusat.

Apakah, Prilaku Atut juga mewabah di sistem birokrasi di pusat dan di daerah.

Kalau presiden mengelola dana APBN hampir 2000 Triliun, setelah dibagi ke daerah serta kementrian dana triliunan ini, jadi kewajiban pejabat terkait menghabiskannya.

Pejabat ini harus menempatkan orang-orang kepercayaan untuk menghabiskannya. Bicara orang-orang inilah yang menjadi celah penyalahgunaan kepercayaan dan bisa berujung ke kasus hukum.

Oke lah, gubernur atau walikota atau bupati berwenang menunjuk siapa pembantunya. Tapi, apakah semudah dan segratis itu. Kalau saya jawab tidak. Semua ada perjanjian dari hati ke hati. Janjinya seperti apa, saya tak tau, Anda yang bisa jawab?

Paling pejabatnya akan memerintahkan: " tolong dibantu si anu ya, di bantu si itu ya, jangan lupain Adek ya, atau paling enak tolong amankan lokasi itu ya...

Apakah Anda pernah mendengar permintaan seperti itu.. Kalau saya udah sih..

Untuk tulisan kali ini tak perlu panjang. Namun saya berpikir, apakah berita Atut memeras bawahan ini juga terjadi di daerah lain. Kalau ada, sudah pasti sang pembantu akan diam-diam saja dan tidak mungkin akan berteriak selagi menjabat.

Akan beda, kalau sang pembantu tersingkir dari jabatan yang diberikan. " Pak kepala itu menyalahgunakan dana senilai itu.. proyeknya tidak ada, tapi anggarannya ada. Besar juga nilainya pak," telingaku mendengarnya.

Kesimpulannya, sehebat Apapun dan seberani Apapun seorang pemimpin, ada kelemahannya. Jadi pemimpin yang disenangi banyak orang  ada juga celah menjatuhkannya.

Itulah politik, itulah birokrasi ada yang suka, banyak juga yang mencelakai. ‎ Dan, biar aman dunia dan akhirat, Anda yang ingin jadi pejabat ingat dan renungkanlah Sumpah dan Jabatan Dibawah atau Dihadapan kitab suci masing-masing.

" Tuhan itu Maha Tidak Pelupa akan Janji Ciptaannya" dan, saya belum pernah lihat orang selamat dari sumpah yang diucapkan. Kalau ada Kasih Tahu Dong Saya. Biar saya wawancara.(dedy suwadha/ 15-16 Januari 2014)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 

Blogger news

Blogroll

About

Copyright © Modus News Design by BTDesigner | Blogger Theme by BTDesigner | Powered by Blogger