Dedy Tribun . Diberdayakan oleh Blogger.

Minggu, 19 Januari 2014

Butuh 2 Juta Manusia Usir Banjir dan Macet di Jakarta


Sebelum membeberkan tulisan ini, saya harus googling dulu berapa jumlah penduduk Jakarta per akhir Tahun 2013. Dan  Data sensus menjelaskan ada sekitar 10 juta lebih manusia. Jumlah yang banyak, kalau melihat luas Kota Jakarta. Oh ya, Luas Jakarta berapa ya, saya juga tidak tau, sile di googling sendiri.
Dann jelas jumlah manusia di Jakarta tidak sebanding dengan ketersediaan lahan untuk tempat tinggal, jalan dan area hijau.
Kesimpulan awal saya, Kota Jakarta Tidak layak lagi bagi manusia yang ingin hidup normal. Hidup normal ini seperti bebas berkendara tanpa macet, hingga bebas hidup tenang dari bencana Banjir. 

Ya, itu pendapat saya, dan mungkin tidak perlu anda komentar, walau pendapat ini sudah basi.
Basi karena udah ada yang menjelaskan ini.

Lalu, apa kaitannya dengan judul tulisan saya. Ya adalah, kan judulnya mau menyingkirkan 2 juta manusia yang tinggal di Jakarta. Kalau bisa terwujudkan, maka total penduduk di Jakarta jadi 8 juta orang dong. ( maaf ini cuma pemikiran dangkal saya saja)

Nah, bagaimana cara menyingkirkan 2 juta penduduk ini. Jawabannya harus sistematis dan memang butuh rencana kuat, dipadukan dengan tindakan keras. Melanggar Hak Azazi Manusia, Pasti. Tapi cuma itu cara mudahnya.

Faktor utama kemacetan dan bajir adalah, kekurangan lahan untuk jalan, serta penyempitan alur sungai akibat bangunan. 

Ide Soekarno memindahkan Kota Jakarta ke Pulau Kalimantan, sepertinya bisa, tapi tidak mungkin diwujudkan. Tapi, kalau ide saya, bukan kotanya di pindahkan tetapi manusianya yang dipindahkan.

Orang ramai ke Jakarta karena lapangan kerja dan memang perputaran uang yang sangat banyak. ( Waduh.. tulisan berat juga nih) 

Tapi, yang namanya ide dan solusi boleh dong. OK idenya adalah, pemerintah Pusat harus membuat peraturan bersama pemerintah daerah sepakat untuk memindahkan pabrik-pabrik dengan karyawan besar ke luar Pulau Jawa.‎

Dasarnya, jumlah penduduk terbesar dan terserap bekerja yang di Pabrik-pabrik ini. Buruh-buruh ini adalah pekerja perantau dari seluruh Indonesia. Artinya, dengan kondisi kerja ada, makan dapat, tapi kehidupan dengan rumah asal jadi juga tidak apa-apa, menjadi daya tarik ke Jakarta.
Pabrik atau industri ini bisa dipindah  ke wilayah Sumatera. Seperti wilayah pesisir pantai Riau, Jambi, Lampung. Wilayah yang berdekatan dengan alur pelayanan internasional. ‎

Kalau dipindah ke Pulau Batam atau Bintan, sepertinya bisa juga, namun masalah lahan akan menjadi kendala dikemudian hari.

Ya, pabrik besar itu telah bergeser ke Bekasi, Cikarang dan daerah Tangerang Banten. ‎Hasilnya, memang manusia bergeser ke wilayah itu, tapi tidak serta merta mampu mengurangi penduduk di Ibu Kota.  
Pada akhirnya, tetap saja penduduk tersentralisasi di Jakarta dan sekitarnya. Pertanyaannya, bagaimana dengan kondisi 10 tahun ke depan? 
Jika dari sekarang dipindahkan, maka ledakan penduduk nanti bisa dihindari. 

Selain memindahkan perekonomian dan menyebar di wilayah-wilayah lain di Sumatera atau di Kalimantan, maka orang akan merantau lebih menyebar di daerah-daerah tersebut. (idealnya sih gitu).

Misalnya, pabrik yang bisa dikembangkan di Sumatera adalah Pabrik Tektil, Pabrik perakitan kendaraan, pabrik pabrik pengolahan makanan.

Mengapa, karena semua bahan baku dari pabrik-pabrik ini murni tidak berasal dari Jakarta. Bahan bakupun didatangkan dari seluruh daerah dan bahan Import. ‎

Jika bisa terlaksana, miniman 1 jutaan orang bisa berkurang tinggal di Jakarta. Angka ini saya akumulasi dari total pekerja plus dengan keluarganya. 

Bagaimana dengan 1 juta lagi, nah ini bisa diambil dengan kebijakan dengan memindahkan kementrian-kementrian tertentu ke daerah-daerah stategis di sekitar Jawa, jauh dari Jakarta dan sekitarnya.

Bisa jadi, Kementrian Perhubungan, Kementrian Pertanian dan Kementrian Kelautan, Kementrian Pendidikan atau Kementrian yang sekiranya tidak banyak butuh berada di Pusat .

Dan, jika bisa digerakkan dan pindah, maka ratusan ribu manusia dengan mudah dipindahkan dari Jakarta. Berpindah kementriannya tentu disertai dengan pegawainya. Jumlahnya bisa ratusan ribu manusia juga.

Ok, dari sisa ‎ratusan ribu lagi dari mana. Ya, bisa dari masyarakat marginal, seperti warga pemukiman liar, pedangan musiman, warga pemikiran liar di pinggir kali dan warga yang menempati lahan negara. Caranya, diingatkan untuk pulang kampung, atau merantau ke kota lain. Warga diberikan pesangon hidup selama 3-5 bulan plus ganti untung bangunan mereka.

Berapa jumlah mereka ini, bisa saja ratusan ribu manusia. Ketika semua berhasil di lakukan dan dipindahkan, maka lahan-lahan kosong pinggir kali bisa dibenahi. 
Khusus, bangunan permanen seperti ruko atau rumah, baiknya dikenakan pajak tinggi dan berlipat. Atau, dengan tegas membuat aturan arena sejauh 10 meter dari bibir kali bebas bangunan.‎

Oh ya, mungkin ide Jokowi dan Ahok membuat apartemen murah bagi warga kurang mampu itu tepat. Tapi, saya rasa hanya menyelesaikan 5 tahun masalah saja. 

Dengan semakin banyak orang tamat sekolah dan lapangan kerja itu terbanyak di Jakarta, akhirnya berbondong-bondong juga ke Jakarta. Kembali, masalah pemukiman, masalah kemacetan tidak bisa dihindari. Siklusnya. Ngotrak dulu, lalu beli sepeda motor, lalu kawin dan beli rumah di sekitar Jakarta.

5 tahun setelah itu, mulai beli mobil dan akhirnya macet.. Dan kalau pekerjaan gaji pas-pasan, maka usaha sampingan dilakukan. Ujung-ujung dagang atau sebagainya. Solusinya usaha kecil kaki 5. Penyempitan jalan lagi, dan macet lagi. 

Jadi, masalah utamanya adalah penyebaran lapangan kerja, serta sentra kantor pemerintahan lah yang menyebabkan Macet dan Banjir di Jakarta.

Bicara biaya, sepertinya dengan APBN Indonesia mencapai 2000 Triliun, masalah membangun baru perkantoran serta, upaya pemindahan masyarakat akan bisa dilakukan dengan dana sebesar itu. 
Jika, APBD DKI bisa mencapai 30 Triliun, maka, daerah baru nanti juga dialokasikan atau dipinjamkan dana jumlah yang sama. Paling butuh beberapa tahun mengalokasikan dananya. Bisa diserahkan ke pemda setempat, atau membuat Badan-badan khusus di masing-masing daerah. Sekali lagi, niat utamanya menghilangkan Macet dan Banjir. 
Dengan, penyebaran besaran APBD provinsi lain dengan membangun pabrik baru dan perkantoran maka akan terbentuk sub-sub kota modern menyerupai Jakarta.‎ ( ada gula ada semut lah)

Walau tulisan ini hanya teori, tapi bagi saya ini usulan nyata untuk menyikapi masalah Banjir dan Macet di Jakarta. Dari Pada Anda, warga Jakarta mengeluhkan dan menjelekkan pemerintah akibat Banjir dan Macet. 

Mungkin juga tidak akan terwujudkan dalam waktu dekat. Tetapi, jika satu saat terlaksana, minimal saya sedikit sombong dong, idenya dijalani.. he he he he.‎
Saran saja, kalau memang Muak dengan kondisi di Jakarta saat ini, mendingan merantau aja lagi keluar Jakarta. Kalau tidak mau, ya mendingan Menerima saja berkah banjir dan pemandangan macet Jakarta.‎ 

Minimal saya udah duluan melakukannya, saya warga ber KTP DKI, sebelum merantau lagi ke Batam hampir 12 tahun lalu. (dedy suwadha/19-20 Januari 2014‎).

0 komentar:

Posting Komentar

Minggu, 19 Januari 2014

Butuh 2 Juta Manusia Usir Banjir dan Macet di Jakarta


Sebelum membeberkan tulisan ini, saya harus googling dulu berapa jumlah penduduk Jakarta per akhir Tahun 2013. Dan  Data sensus menjelaskan ada sekitar 10 juta lebih manusia. Jumlah yang banyak, kalau melihat luas Kota Jakarta. Oh ya, Luas Jakarta berapa ya, saya juga tidak tau, sile di googling sendiri.
Dann jelas jumlah manusia di Jakarta tidak sebanding dengan ketersediaan lahan untuk tempat tinggal, jalan dan area hijau.
Kesimpulan awal saya, Kota Jakarta Tidak layak lagi bagi manusia yang ingin hidup normal. Hidup normal ini seperti bebas berkendara tanpa macet, hingga bebas hidup tenang dari bencana Banjir. 

Ya, itu pendapat saya, dan mungkin tidak perlu anda komentar, walau pendapat ini sudah basi.
Basi karena udah ada yang menjelaskan ini.

Lalu, apa kaitannya dengan judul tulisan saya. Ya adalah, kan judulnya mau menyingkirkan 2 juta manusia yang tinggal di Jakarta. Kalau bisa terwujudkan, maka total penduduk di Jakarta jadi 8 juta orang dong. ( maaf ini cuma pemikiran dangkal saya saja)

Nah, bagaimana cara menyingkirkan 2 juta penduduk ini. Jawabannya harus sistematis dan memang butuh rencana kuat, dipadukan dengan tindakan keras. Melanggar Hak Azazi Manusia, Pasti. Tapi cuma itu cara mudahnya.

Faktor utama kemacetan dan bajir adalah, kekurangan lahan untuk jalan, serta penyempitan alur sungai akibat bangunan. 

Ide Soekarno memindahkan Kota Jakarta ke Pulau Kalimantan, sepertinya bisa, tapi tidak mungkin diwujudkan. Tapi, kalau ide saya, bukan kotanya di pindahkan tetapi manusianya yang dipindahkan.

Orang ramai ke Jakarta karena lapangan kerja dan memang perputaran uang yang sangat banyak. ( Waduh.. tulisan berat juga nih) 

Tapi, yang namanya ide dan solusi boleh dong. OK idenya adalah, pemerintah Pusat harus membuat peraturan bersama pemerintah daerah sepakat untuk memindahkan pabrik-pabrik dengan karyawan besar ke luar Pulau Jawa.‎

Dasarnya, jumlah penduduk terbesar dan terserap bekerja yang di Pabrik-pabrik ini. Buruh-buruh ini adalah pekerja perantau dari seluruh Indonesia. Artinya, dengan kondisi kerja ada, makan dapat, tapi kehidupan dengan rumah asal jadi juga tidak apa-apa, menjadi daya tarik ke Jakarta.
Pabrik atau industri ini bisa dipindah  ke wilayah Sumatera. Seperti wilayah pesisir pantai Riau, Jambi, Lampung. Wilayah yang berdekatan dengan alur pelayanan internasional. ‎

Kalau dipindah ke Pulau Batam atau Bintan, sepertinya bisa juga, namun masalah lahan akan menjadi kendala dikemudian hari.

Ya, pabrik besar itu telah bergeser ke Bekasi, Cikarang dan daerah Tangerang Banten. ‎Hasilnya, memang manusia bergeser ke wilayah itu, tapi tidak serta merta mampu mengurangi penduduk di Ibu Kota.  
Pada akhirnya, tetap saja penduduk tersentralisasi di Jakarta dan sekitarnya. Pertanyaannya, bagaimana dengan kondisi 10 tahun ke depan? 
Jika dari sekarang dipindahkan, maka ledakan penduduk nanti bisa dihindari. 

Selain memindahkan perekonomian dan menyebar di wilayah-wilayah lain di Sumatera atau di Kalimantan, maka orang akan merantau lebih menyebar di daerah-daerah tersebut. (idealnya sih gitu).

Misalnya, pabrik yang bisa dikembangkan di Sumatera adalah Pabrik Tektil, Pabrik perakitan kendaraan, pabrik pabrik pengolahan makanan.

Mengapa, karena semua bahan baku dari pabrik-pabrik ini murni tidak berasal dari Jakarta. Bahan bakupun didatangkan dari seluruh daerah dan bahan Import. ‎

Jika bisa terlaksana, miniman 1 jutaan orang bisa berkurang tinggal di Jakarta. Angka ini saya akumulasi dari total pekerja plus dengan keluarganya. 

Bagaimana dengan 1 juta lagi, nah ini bisa diambil dengan kebijakan dengan memindahkan kementrian-kementrian tertentu ke daerah-daerah stategis di sekitar Jawa, jauh dari Jakarta dan sekitarnya.

Bisa jadi, Kementrian Perhubungan, Kementrian Pertanian dan Kementrian Kelautan, Kementrian Pendidikan atau Kementrian yang sekiranya tidak banyak butuh berada di Pusat .

Dan, jika bisa digerakkan dan pindah, maka ratusan ribu manusia dengan mudah dipindahkan dari Jakarta. Berpindah kementriannya tentu disertai dengan pegawainya. Jumlahnya bisa ratusan ribu manusia juga.

Ok, dari sisa ‎ratusan ribu lagi dari mana. Ya, bisa dari masyarakat marginal, seperti warga pemukiman liar, pedangan musiman, warga pemikiran liar di pinggir kali dan warga yang menempati lahan negara. Caranya, diingatkan untuk pulang kampung, atau merantau ke kota lain. Warga diberikan pesangon hidup selama 3-5 bulan plus ganti untung bangunan mereka.

Berapa jumlah mereka ini, bisa saja ratusan ribu manusia. Ketika semua berhasil di lakukan dan dipindahkan, maka lahan-lahan kosong pinggir kali bisa dibenahi. 
Khusus, bangunan permanen seperti ruko atau rumah, baiknya dikenakan pajak tinggi dan berlipat. Atau, dengan tegas membuat aturan arena sejauh 10 meter dari bibir kali bebas bangunan.‎

Oh ya, mungkin ide Jokowi dan Ahok membuat apartemen murah bagi warga kurang mampu itu tepat. Tapi, saya rasa hanya menyelesaikan 5 tahun masalah saja. 

Dengan semakin banyak orang tamat sekolah dan lapangan kerja itu terbanyak di Jakarta, akhirnya berbondong-bondong juga ke Jakarta. Kembali, masalah pemukiman, masalah kemacetan tidak bisa dihindari. Siklusnya. Ngotrak dulu, lalu beli sepeda motor, lalu kawin dan beli rumah di sekitar Jakarta.

5 tahun setelah itu, mulai beli mobil dan akhirnya macet.. Dan kalau pekerjaan gaji pas-pasan, maka usaha sampingan dilakukan. Ujung-ujung dagang atau sebagainya. Solusinya usaha kecil kaki 5. Penyempitan jalan lagi, dan macet lagi. 

Jadi, masalah utamanya adalah penyebaran lapangan kerja, serta sentra kantor pemerintahan lah yang menyebabkan Macet dan Banjir di Jakarta.

Bicara biaya, sepertinya dengan APBN Indonesia mencapai 2000 Triliun, masalah membangun baru perkantoran serta, upaya pemindahan masyarakat akan bisa dilakukan dengan dana sebesar itu. 
Jika, APBD DKI bisa mencapai 30 Triliun, maka, daerah baru nanti juga dialokasikan atau dipinjamkan dana jumlah yang sama. Paling butuh beberapa tahun mengalokasikan dananya. Bisa diserahkan ke pemda setempat, atau membuat Badan-badan khusus di masing-masing daerah. Sekali lagi, niat utamanya menghilangkan Macet dan Banjir. 
Dengan, penyebaran besaran APBD provinsi lain dengan membangun pabrik baru dan perkantoran maka akan terbentuk sub-sub kota modern menyerupai Jakarta.‎ ( ada gula ada semut lah)

Walau tulisan ini hanya teori, tapi bagi saya ini usulan nyata untuk menyikapi masalah Banjir dan Macet di Jakarta. Dari Pada Anda, warga Jakarta mengeluhkan dan menjelekkan pemerintah akibat Banjir dan Macet. 

Mungkin juga tidak akan terwujudkan dalam waktu dekat. Tetapi, jika satu saat terlaksana, minimal saya sedikit sombong dong, idenya dijalani.. he he he he.‎
Saran saja, kalau memang Muak dengan kondisi di Jakarta saat ini, mendingan merantau aja lagi keluar Jakarta. Kalau tidak mau, ya mendingan Menerima saja berkah banjir dan pemandangan macet Jakarta.‎ 

Minimal saya udah duluan melakukannya, saya warga ber KTP DKI, sebelum merantau lagi ke Batam hampir 12 tahun lalu. (dedy suwadha/19-20 Januari 2014‎).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 

Blogger news

Blogroll

About

Copyright © Modus News Design by BTDesigner | Blogger Theme by BTDesigner | Powered by Blogger