Dedy Tribun . Diberdayakan oleh Blogger.

Senin, 06 Januari 2014

Bahaya PHK Menjelang Pemilu


Awal tahun yang mengembirakan itu ternyata berlangsung sekejab saja. Sukses buruh menuntut upah minimal naik tinggi pada 2013 kemarin, dan berharap gaji baru di tahun 2014 nanti, akan menjadi hayalan bagi sejumlah masyarakat pekerja/buruh. Bahaya pemutusan hubungan kerja (PHK) mulai menghantui.

Dipihak pengusaha atau pemodal, Tahun 2014 ini langkah mem-PHK an itu mulai dilaksanakan. Seperti satu lokasi industri galangan kapal yang telah mem-PHK 700 pekerja diakhir tahun 2013.

" Awal Tahun 2013 kemaren ada kontrak belasan kapal. Informasi diawal tahun ini cuma satu kapal dikerjakan, dari rencana 7 kapal. Alasan pemodal menunggu siapa presiden baru nanti," papar seorang pekerja.

Sedangkan, dari industri manufaktur saat ini hanya mempekerjakan karyawan tetap dan untuk karyawan kontrak ditidakan.

" Orderan baru tidak ada lagi, sedangkan barang rakitan kemaren masih banyak dan belum dikirim. Jadi tidak ada lowongan kerja baru," ungkap pekerja pabrikan ke saya.

Dua kutipan dari pekerja di Batam ini mencerminkan kalau tuntutan buruh minta naik gaji di tahun 2014, hingga terjadi ribut-ribut saat demo akhir tahun 2013 lalu, terkesan sebagai langkah politik pengusaha untuk bisa mem-PHK pekerjanya.

Angin sorga bagi pekerja tetap, tapi hawanya sangat neraka bagi pekerja kontrakan.

Ditambah, sikap pengusaha yang akan menunggu siapa presiden dan dari partai apa. Menunggu sampai ada presiden baru inilah yang menentukan ada atau tidak lowongan pekerja.

Jika sektor galangan kapal dan manufaktur telah memberi sinyal PHK, maka daerah yang selama ini menggerakan perekonimian dengan sektor pertambangan juga mengacam perkerjanya.

Hal ini berkaitan dengan mulai diberlakukan UU Minerba. Aturan UU tentang Minerba (Mineral dan Batubara), dimana per 12 Januari 2014, pemerintah melarang segala bentuk ekspor bahan mentah ke luar negeri.

Ramai, pertentangan dari berbagai daerah tentang larangan ini. Ada menyebutkan UU itu tidak mengajak pengusaha dilibatkan dalamnya, hingga ada upaya uji UU. Tentu, positifnya dari larangan ini untuk menjaga sumber daya alam di negeri ini.

Negatifnya, daerah-daerah yang mengantungkan roda perekonomian dengan usaha pertambangan otomatis terkena dampaknya. Terutama daerah yang minim pengembangan industri olahan dan industri produksi.

Kemana para pekerja tambang ini mengadukan nasib, jika sang pengusaha tambang daerah tidak lagi beraktifitas. Ujung-ujungnya ya PHK.

Daerah minim industri harus bergerak cepat mencarikan solusi jika PHK terjadi. Mungkin solusinya, pemerintah daerah dapat berperan, menggerakan dana APBD dalam bentuk proyek pembangunan kota yang dapat menampung banyak pekerja.

Namun, akan celakalah kalau pemerintah daerah membelanjakan dana APBD-nya untuk banyak acara sermonial belaka. Ditambah pula, alokasi belanja pegawai serta gaji pegawai menghabiskan setengah nilai APBD.


Pertanyaanya, apakah saat ini pemerintah pusat dan daerah sudah siap atau tidak, jika memang terjadi PHK besar-besar. Harus dicermati, tingginya angka pengangguran akan mempengaruhui angka kejahatan. 

 Tingginya pengangguran dan kejahatan pada akhirnya akan mempengaruhi sistem demokrasi dan perpolitikan di negeri ini.(dedy suwadha/3 januari 2014).

0 komentar:

Posting Komentar

Senin, 06 Januari 2014

Bahaya PHK Menjelang Pemilu


Awal tahun yang mengembirakan itu ternyata berlangsung sekejab saja. Sukses buruh menuntut upah minimal naik tinggi pada 2013 kemarin, dan berharap gaji baru di tahun 2014 nanti, akan menjadi hayalan bagi sejumlah masyarakat pekerja/buruh. Bahaya pemutusan hubungan kerja (PHK) mulai menghantui.

Dipihak pengusaha atau pemodal, Tahun 2014 ini langkah mem-PHK an itu mulai dilaksanakan. Seperti satu lokasi industri galangan kapal yang telah mem-PHK 700 pekerja diakhir tahun 2013.

" Awal Tahun 2013 kemaren ada kontrak belasan kapal. Informasi diawal tahun ini cuma satu kapal dikerjakan, dari rencana 7 kapal. Alasan pemodal menunggu siapa presiden baru nanti," papar seorang pekerja.

Sedangkan, dari industri manufaktur saat ini hanya mempekerjakan karyawan tetap dan untuk karyawan kontrak ditidakan.

" Orderan baru tidak ada lagi, sedangkan barang rakitan kemaren masih banyak dan belum dikirim. Jadi tidak ada lowongan kerja baru," ungkap pekerja pabrikan ke saya.

Dua kutipan dari pekerja di Batam ini mencerminkan kalau tuntutan buruh minta naik gaji di tahun 2014, hingga terjadi ribut-ribut saat demo akhir tahun 2013 lalu, terkesan sebagai langkah politik pengusaha untuk bisa mem-PHK pekerjanya.

Angin sorga bagi pekerja tetap, tapi hawanya sangat neraka bagi pekerja kontrakan.

Ditambah, sikap pengusaha yang akan menunggu siapa presiden dan dari partai apa. Menunggu sampai ada presiden baru inilah yang menentukan ada atau tidak lowongan pekerja.

Jika sektor galangan kapal dan manufaktur telah memberi sinyal PHK, maka daerah yang selama ini menggerakan perekonimian dengan sektor pertambangan juga mengacam perkerjanya.

Hal ini berkaitan dengan mulai diberlakukan UU Minerba. Aturan UU tentang Minerba (Mineral dan Batubara), dimana per 12 Januari 2014, pemerintah melarang segala bentuk ekspor bahan mentah ke luar negeri.

Ramai, pertentangan dari berbagai daerah tentang larangan ini. Ada menyebutkan UU itu tidak mengajak pengusaha dilibatkan dalamnya, hingga ada upaya uji UU. Tentu, positifnya dari larangan ini untuk menjaga sumber daya alam di negeri ini.

Negatifnya, daerah-daerah yang mengantungkan roda perekonomian dengan usaha pertambangan otomatis terkena dampaknya. Terutama daerah yang minim pengembangan industri olahan dan industri produksi.

Kemana para pekerja tambang ini mengadukan nasib, jika sang pengusaha tambang daerah tidak lagi beraktifitas. Ujung-ujungnya ya PHK.

Daerah minim industri harus bergerak cepat mencarikan solusi jika PHK terjadi. Mungkin solusinya, pemerintah daerah dapat berperan, menggerakan dana APBD dalam bentuk proyek pembangunan kota yang dapat menampung banyak pekerja.

Namun, akan celakalah kalau pemerintah daerah membelanjakan dana APBD-nya untuk banyak acara sermonial belaka. Ditambah pula, alokasi belanja pegawai serta gaji pegawai menghabiskan setengah nilai APBD.


Pertanyaanya, apakah saat ini pemerintah pusat dan daerah sudah siap atau tidak, jika memang terjadi PHK besar-besar. Harus dicermati, tingginya angka pengangguran akan mempengaruhui angka kejahatan. 

 Tingginya pengangguran dan kejahatan pada akhirnya akan mempengaruhi sistem demokrasi dan perpolitikan di negeri ini.(dedy suwadha/3 januari 2014).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 

Blogger news

Blogroll

About

Copyright © Modus News Design by BTDesigner | Blogger Theme by BTDesigner | Powered by Blogger