skip to main |
skip to sidebar
Bahaya PHK Menjelang Pemilu
Awal tahun yang mengembirakan itu ternyata berlangsung sekejab saja.
Sukses buruh menuntut upah minimal naik tinggi pada 2013 kemarin, dan
berharap gaji baru di tahun 2014 nanti, akan menjadi hayalan bagi
sejumlah masyarakat pekerja/buruh. Bahaya pemutusan hubungan kerja (PHK)
mulai menghantui.
Dipihak pengusaha atau pemodal, Tahun 2014 ini langkah mem-PHK an itu mulai dilaksanakan. Seperti satu lokasi industri galangan kapal yang telah mem-PHK 700 pekerja diakhir tahun 2013.
" Awal Tahun 2013 kemaren ada kontrak belasan kapal. Informasi diawal
tahun ini cuma satu kapal dikerjakan, dari rencana 7 kapal. Alasan
pemodal menunggu siapa presiden baru nanti," papar seorang pekerja.
Sedangkan, dari industri manufaktur saat ini hanya mempekerjakan karyawan tetap dan untuk karyawan kontrak ditidakan.
" Orderan baru tidak ada lagi, sedangkan barang rakitan kemaren masih
banyak dan belum dikirim. Jadi tidak ada lowongan kerja baru," ungkap
pekerja pabrikan ke saya.
Dua kutipan dari pekerja di Batam ini
mencerminkan kalau tuntutan buruh minta naik gaji di tahun 2014, hingga
terjadi ribut-ribut saat demo akhir tahun 2013 lalu, terkesan sebagai
langkah politik pengusaha untuk bisa mem-PHK pekerjanya.
Angin sorga bagi pekerja tetap, tapi hawanya sangat neraka bagi pekerja kontrakan.
Ditambah, sikap pengusaha yang akan menunggu siapa presiden dan dari
partai apa. Menunggu sampai ada presiden baru inilah yang menentukan ada
atau tidak lowongan pekerja.
Jika sektor galangan kapal dan
manufaktur telah memberi sinyal PHK, maka daerah yang selama ini
menggerakan perekonimian dengan sektor pertambangan juga mengacam
perkerjanya.
Hal ini berkaitan dengan mulai diberlakukan UU
Minerba. Aturan UU tentang Minerba (Mineral dan Batubara), dimana per 12
Januari 2014, pemerintah melarang segala bentuk ekspor bahan mentah ke
luar negeri.
Ramai, pertentangan dari berbagai daerah tentang
larangan ini. Ada menyebutkan UU itu tidak mengajak pengusaha dilibatkan
dalamnya, hingga ada upaya uji UU. Tentu, positifnya dari larangan ini
untuk menjaga sumber daya alam di negeri ini.
Negatifnya,
daerah-daerah yang mengantungkan roda perekonomian dengan usaha
pertambangan otomatis terkena dampaknya. Terutama daerah yang minim
pengembangan industri olahan dan industri produksi.
Kemana
para pekerja tambang ini mengadukan nasib, jika sang pengusaha tambang
daerah tidak lagi beraktifitas. Ujung-ujungnya ya PHK.
Daerah
minim industri harus bergerak cepat mencarikan solusi jika PHK terjadi.
Mungkin solusinya, pemerintah daerah dapat berperan, menggerakan dana
APBD dalam bentuk proyek pembangunan kota yang dapat menampung banyak
pekerja.
Namun, akan celakalah kalau pemerintah daerah
membelanjakan dana APBD-nya untuk banyak acara sermonial belaka.
Ditambah pula, alokasi belanja pegawai serta gaji pegawai menghabiskan
setengah nilai APBD.
Pertanyaanya, apakah saat ini pemerintah
pusat dan daerah sudah siap atau tidak, jika memang terjadi PHK
besar-besar. Harus dicermati, tingginya angka pengangguran akan
mempengaruhui angka kejahatan.
Tingginya pengangguran dan kejahatan pada
akhirnya akan mempengaruhi sistem demokrasi dan perpolitikan di negeri
ini.(dedy suwadha/3 januari 2014).
Bahaya PHK Menjelang Pemilu
Awal tahun yang mengembirakan itu ternyata berlangsung sekejab saja.
Sukses buruh menuntut upah minimal naik tinggi pada 2013 kemarin, dan
berharap gaji baru di tahun 2014 nanti, akan menjadi hayalan bagi
sejumlah masyarakat pekerja/buruh. Bahaya pemutusan hubungan kerja (PHK)
mulai menghantui.
Dipihak pengusaha atau pemodal, Tahun 2014 ini langkah mem-PHK an itu mulai dilaksanakan. Seperti satu lokasi industri galangan kapal yang telah mem-PHK 700 pekerja diakhir tahun 2013.
" Awal Tahun 2013 kemaren ada kontrak belasan kapal. Informasi diawal
tahun ini cuma satu kapal dikerjakan, dari rencana 7 kapal. Alasan
pemodal menunggu siapa presiden baru nanti," papar seorang pekerja.
Sedangkan, dari industri manufaktur saat ini hanya mempekerjakan karyawan tetap dan untuk karyawan kontrak ditidakan.
" Orderan baru tidak ada lagi, sedangkan barang rakitan kemaren masih
banyak dan belum dikirim. Jadi tidak ada lowongan kerja baru," ungkap
pekerja pabrikan ke saya.
Dua kutipan dari pekerja di Batam ini
mencerminkan kalau tuntutan buruh minta naik gaji di tahun 2014, hingga
terjadi ribut-ribut saat demo akhir tahun 2013 lalu, terkesan sebagai
langkah politik pengusaha untuk bisa mem-PHK pekerjanya.
Angin sorga bagi pekerja tetap, tapi hawanya sangat neraka bagi pekerja kontrakan.
Ditambah, sikap pengusaha yang akan menunggu siapa presiden dan dari
partai apa. Menunggu sampai ada presiden baru inilah yang menentukan ada
atau tidak lowongan pekerja.
Jika sektor galangan kapal dan
manufaktur telah memberi sinyal PHK, maka daerah yang selama ini
menggerakan perekonimian dengan sektor pertambangan juga mengacam
perkerjanya.
Hal ini berkaitan dengan mulai diberlakukan UU
Minerba. Aturan UU tentang Minerba (Mineral dan Batubara), dimana per 12
Januari 2014, pemerintah melarang segala bentuk ekspor bahan mentah ke
luar negeri.
Ramai, pertentangan dari berbagai daerah tentang
larangan ini. Ada menyebutkan UU itu tidak mengajak pengusaha dilibatkan
dalamnya, hingga ada upaya uji UU. Tentu, positifnya dari larangan ini
untuk menjaga sumber daya alam di negeri ini.
Negatifnya,
daerah-daerah yang mengantungkan roda perekonomian dengan usaha
pertambangan otomatis terkena dampaknya. Terutama daerah yang minim
pengembangan industri olahan dan industri produksi.
Kemana
para pekerja tambang ini mengadukan nasib, jika sang pengusaha tambang
daerah tidak lagi beraktifitas. Ujung-ujungnya ya PHK.
Daerah
minim industri harus bergerak cepat mencarikan solusi jika PHK terjadi.
Mungkin solusinya, pemerintah daerah dapat berperan, menggerakan dana
APBD dalam bentuk proyek pembangunan kota yang dapat menampung banyak
pekerja.
Namun, akan celakalah kalau pemerintah daerah
membelanjakan dana APBD-nya untuk banyak acara sermonial belaka.
Ditambah pula, alokasi belanja pegawai serta gaji pegawai menghabiskan
setengah nilai APBD.
Pertanyaanya, apakah saat ini pemerintah
pusat dan daerah sudah siap atau tidak, jika memang terjadi PHK
besar-besar. Harus dicermati, tingginya angka pengangguran akan
mempengaruhui angka kejahatan.
Tingginya pengangguran dan kejahatan pada
akhirnya akan mempengaruhi sistem demokrasi dan perpolitikan di negeri
ini.(dedy suwadha/3 januari 2014).
0 komentar:
Posting Komentar